LAPORAN AKHIR PRAKTEK
BUDIDAYA TANAMAN LEGUMINOSA
PENGARUH TANAH INOKULUN (Bakteri Rhizobium japonicum) DAN PUPUK NPK MUTIARA 16: 16: 16 TERHADAP
PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glecyne max merill)
Dosen Pengasuh : Ir. H. Darmadi Erwin Hrp, SPd. MM. MP
OLEH
HOPMAN SIREGAR
NPM. 2011 11 127
Program
Studi : Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA
PADANGSIDIMPUAN
2014
Judul Praktek : Pengaruh Tanah Inokulun (Bakteri
Rhizobium japonicum) dan Pupuk NPK Mutiara (16:16:16) terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glecyne max L Merill)
Nama :
Hopman Siregar
NPM :
2011 11 127
Program Studi :
Agroteknologi
Dosen Pengasuh :
Ir. H. Darmadi Erwin Harahap, SPd. MM. MP
Asisten :
1. Halidah Edi Nasution, SP
2. Intan Simamora, SP
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA
PADANGSIDIMPUAN
2014
BAB. I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kedelai (Glycine max L.)
adalah salah satu komoditas utama kacang-kacangan yang dibutuhkan di Indonesia
karena merupakan sumber protein nabati penting untuk diversifikasi pangan dalam
mendukung ketahanan pangan nasional. Produksi kedelai secara nasional pada
tahun 2010 sebesar 908.11 ribu ton biji kering dan menurun sebanyak 6.81%
dibandingkan tahun 2009. Sementara kebutuhan nasional kedelai mencapai 1.7 juta
ton per tahun. Akibatnya kekurangan harus dipenuhi lewat impor. Konsumsi
kedelai yang terus meningkat ini mengharuskan diadakannya perluasan areal tanam
di lahan yang kurang produktif dan peningkatan produksi (BPS, 2011).
Kedelai adalah tanaman legum yang
mempunyai potensi sangat baik untuk
dikembangkan.
Tanaman ini mempunyai kemampuan untuk bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium dalam
menambat N2 (Anonim,
2010). Peningkatan produktivitas kedelai salah satunya dengan menggunakan
inokulan Rhizobium sebagai pupuk hayati. Keuntungan menggunakan inokulan
tersebut adalah dari sebagian N yang ditambat tetap berada dalam akar dan
bintil akar yang terlepas kedalam tanah, nitrogen tersebut akan dimanfaatkan
oleh jasad lain dan berakhir dalam bentuk ammonium dan nitrat. Apabila jasad
tersebut mati maka akan terjadi pelapukan, amonifikasi dan nitrifikasi,
sehingga sebahagian N yang ditambat dari udara menjadi tersedia bagi tumbuhan
itu sendiri dan tumbuhan lain disekitarnya (Soepardi, 1983).
Pasaribu et al,. (1989) juga mengemukakan bahwa peningkatan hasil
kedelai jelas terjadi dengan mengadakan inokulasi Rhizobium. Selain itu
bakteri Rhizobium juga memberikan dampak positif terhadap sifat fisik
dan kimia tanah yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber bahan organik tanah,
meningkatkan sumber hara N, serta memiliki wawasan lingkungan (Alexander,
1977).
.
Dalam proses pertumbuhannya, tanaman kedelai sangat memerlukan nitrogen
dalam jumlah yang cukup. Nitrogen ini dapat diperoleh melalui tanah dan melalui
udara dengan bantuan bintil-bintil akar yang mengandung bakteri Rhizobium (Fageria
et al.,1997).Kebanyakan Rhizobium yang terdapat di alam mempunyai
kualitas yang tak begitu baik sehingga tidak memberikan kegiatan penambatan N
yang efektif. Untuk memperbaikinya maka orang dengan sengaja menginokulasi biji
tanaman kedelai dengan Rhizobium yang sesuai dan berkemampuan tinggi dalam
menambat N (Komariah dan Prihartini, 1986).
Inokulasi Rhizobium bertujuan untuk meningkatkan penambatan N dari udara
sehingga mengurangi penggunaan pupuk N an organik. Cara ini diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N tanpa mengurangi hasil (Manwan,
1990).
Keberhasilan- Rhizobium untuk membentuk bintil akar dan menambat N
atmosfir yang optimal dipengaruhi cleh berbagai faktor salah satu faktor
diantaranya adalah factor penggunaan strain efektif yang mampu bersaing dan
menggantikan peranan Rhizabium alam yang kurang efektif (Arinong, 2005).
Sebagai tanaman semusim, kedelai menyerap nitrogen, fosfor dan kalium
dalam jumlah yang relatif besar. Menurut Hunt et al. (1985), pemupukan
nitrogen dengan dosis dan waktu yang tepat dapat berpengaruh nyata terhadap
peningkatan serapan N, P, K, bobot kering tanaman dan hasil biji kedelai.
Pengaruh penambahan pupuk terhadap tanah adalah untuk menciptakan suatu kadar
zat hara yang tinggi, serta dapat meningkatkan produksi dan kualitas hasil
tanaman (Sarief, 1986).
Peningkatan hasil kedelai yang
tinggi diperlukan unsur hara dan mineral yang dalam jumlah cukup atau seimbang
dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kedelai membutuhkan dan menyerap hara makro
atau N, P, dan K dalam jumlah besar karena kedelai juga merupakan tanaman
semusim. Unsur hara makro yang banyak dibutuhkan oleh tanaman sering megalami
kekurangan dimana unsur N mengalami pencucian dan penguapan, K mengalami
leaching (pencucian) serta P yang banyak terangkut bersama-sama tanaman saat
panen (Pakaya, 2013). Salah satu jenis pupuk yang sesuai untuk memenuhi
kebutuhan hara-hara tersebut sekaligus adalah pupuk NPK Mutiara 16; 16; 16. NPK
Mutiara merupakan pupuk majemuk yang mengandung N 16%,P 16% dan K 16% .
NPK Mutiara (16:16:16) adalah
pupuk dengan komposisi unsur hara yang seimbang dan dapat larut secara
perlahan-lahan sampai akhir pertumbuhan. Jumlah kebutuhan pupuk untuk setiap
daerah tidaklah sama tergantung pada varietas tanaman, tipe lahan, agroklimat,
dan teknologi usahataninya. Oleh karena itu, harus benar-benar memperhatikan
anjuran pemupukan agar jaminan peningkatan produksi per hektar dapat tercapai (Rukmi,
2010).
Berdasarkan latar belakang diatas perlu
dilakukan penelitian mengenai pengaruh tanah inokulun (Bradyrhizobium japonicum) dan pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 dengan
dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi Kedelai (Glycine max).
1.2. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi, hanya
melihat sejauh mana tanah Inokulun dan pemupukan NPK Mutiara 16:16:16
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi Kedelai (Glycine max).
1.3. Rumusan Masalah
Pada penanaman kedelai (Glycine max), petani hanya menanam benih saja tanpa melakukan
perlakuan tanah inokulun dan pemupukan yang tidak sesuai kebutuhan tanaman,
Sehingga produksi kedelai (Glycine max)
tidak maksimal.
1.4. Hipotesa
Pengaruh
tanah Inokulun dan pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 pada tanaman kedelai (Glycine max) di harapkan memberi
pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max).
1.5. Tujuan Penelitian
1. Mahasiswa mengetahui bagaimana
pengaruh tanah inikulun dan pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 terhadap pertumbuhan
dan produksi kedelai (Glycine max).
2. Mahasiswa mengetahui pertumbuhan dan
produksi kedelai (Glycine max) dengan
perlakuan tanah inokulun dan tanpa tanah inokulun, di kombinasikan dengan pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 dengan dosis
yang berbeda.
1.6. Kegunaan Penelitian
1.
Sebagai syarat untuk melaksanakan Ujian Akhir Praktek (UAP)
2.
Memberikan sumber pengetahuan dan informasi kepada petani,
mahasiawa dan pihak-pihak yang membutuhkan.
BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi Tanaman Kedelai
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak dengan ketinggian tanaman
berkisar 10-200 cm, tumbuh tegak,berdaun lembut dengan beragam morfologi,
bercabang sedikit atau banyak tergantung dengan kultivar dan lingkungan hidup
(Lamina ,1989). Menurut Adisarwanto (2005) kedudukan tanaman kedelai dalam
sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom :
Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Sub Divisi :
Angiospermae
Kelas :
Dicotyledoneae
Ordo :
Rosales
Famili :
Leguminoceae
Sub Famili :
Papilionoideae
Genus :
Glycine
Species :
Glycine max (L.) Merrill.
2.2. Morfolgi
Tanaman Kedelai
2.2.1. Akar dan
Bintil Akar
Sistem perakaran tanaman kedelai terdiri dari akar tunggang. Akar
sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang tumbuh dari akar
sekunder. Akar tunggang merupakan perkembangan dari akar radikal yang sudah
mulai muncul sejak masa perkecambahan. Pada kondisi yang sangat optimal, akar
tunggang kedelai dapat tumbuh hingga kedalaman 2 meter. Perkembangan akar
tanaman kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, penyiapan lahan,
tekstur tanah, kondisi fisik, dan kimia tanah, serta kadar air tanah. Salah
satu dari sistem perakaran tanaman kedelai adanya interaksi simbiosis antara
bakteri nodul akar (Rhizobium japonicum) dengan akar tanaman kedelai
yang menyebabkan terbentuknya bintil akar. Bintil akar sangat berperan dalam
proses fiksasi N2 yang sangat dibutuhkan tanaman kedelai untuk kelanjutan
pertumbuhannya (Adisarwanto, 2008).
2.2.2. Batang
Batang tanaman kedelai tidak berkayu, berbatang jenis perdu (semak),
berambut atau berbulu dengan struktur bulu yang beragam, berbentuk bulat,
berwarna hijau, dan panjangnya bervariasi antara 30-100 cm. batang tanaman
kedelai dapat membentuk cabang 3-6 cabang. Percabangan mulai terbentuk atau
tumbuh ketika tinggi tanaman sudah mencapai 20 cm. banyaknya jumlah cabang
setiap tanaman bergantung pada varietas dan kepadatan populasi tanaman
(Cahyono, 2007).
2.2.3. Daun
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia
kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai
daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh
selepas masa pertumbuhan. Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat
(oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh
faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat
dengan potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang mempunyai tingkat kesuburan
tanah tinggi sangat cocok untuk varitas kedelai yang mempunyai bentuk daun
lebar. Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya
bervariasi. (Sumarno et al,2007)
2.2.4. Bunga
Tanaman kacang-kacangan, termasuk tanaman kedelai, mempunyai dua stadia
tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia reproduktif. Stadia vegetatif mulai
dari tanaman berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif
mulai dari pembentukan bunga sampai pemasakan biji. Bunga kedelai menyerupai
kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi
nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara
2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varitas kedelai. Bunga
pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang
lebih tinggi. Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada
suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak
tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga. Setiap
ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi
polong disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh
menjadi polong, hanya berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat
membentuk polong yang cukup besar. (Sumarno et al 2007).
Rontoknya bunga ini dapat terjadi pada setiap posisi buku pada 1-10 hari
setelah mulai terbentuk bunga. Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup
lamayaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik,
seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih
sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada
berbagai varitas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu. (Adisarwanto, 2006)
2.2.5. Polong dan Biji
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya
bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk
pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap
kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan
ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat
setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi
maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh
perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak.
Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. (Anonim, 2009).
Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin
(embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang
berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa
lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. (Adisarwanto,
2006).
2.3. Syarat Tumbuh
Tanaman Kedelai
2.3.1 Iklim
Tanaman
kedelai memerlukan kondisi yang seimbang antara suhu udara dengan kelembapan
yang dipengaruhi oleh curah hujan. Secara umum tanaman kedelai memerlukan suhu
udara yang tinggi dan curah hujan (kelembapan) yang rendah. Apabila suhu udara
rendah dan curah hujan (kelembapan) berlebihan, menyebabkan penurunan kualitas
kedelai yang dihasilkan (Suprapti, 2005).
Pada umumnya, kondisi iklim yang paling
cocok untuk pertumbuhan tanaman kedelai adalah daerah – daerah yang mempunyai
suhu antara 250 - 280 C, kelembaban udara rata-rata 60%, penyinaran matahari 12
jam/hari atau minimal 6-10 jam/hari, dan curah hujan paling optimum antara 100
- 400 mm/bulan atau berkisar antara 300 - 400 mm/3 bulan (Cahyono, 2007).
Sewaktu masih mudah, kedelai memerlukan
iklim basah, menjelang tua memerlukan iklim kering. Untuk memperoleh produksi
yang baik, tanaman kedelai memerlukan hawa panas. Jika iklim terlalu basah,
kedelai tumbuh subur tetapi produksi bijinya kurang (Suhaeni, 2007).
2.3.2 Tanah
Menurut Firmanto (2011), Tanaman kedelai
mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah. Kedelai dapat
tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air) dan aerasi (tata
udara) tanah cukup baik. Dalam praktek di lapangan, sering digunakan pedoman
yaitu apabila tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada suatu jenis tanah,
tanaman kedelaipun dapat tumbuh baik pada jenis tanah tersebut. Selain itu,
tanaman kedelai akan tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada tanah yang
subur dan gembur, kaya akan humus atau bahan organik dan memiliki pH (derajat
keasaman) antara 5,8 – 7,0 dan ketinggian kurang dari 600 m dpl.
2.4. Pengaruh Tanah Inokulun (Bakteri Rhizobium
japonicum) Bagi Tanaman Kedelai
Rhizobium
merupakan simbion fakultatif, dapat
hidup sebagai komponen normal dari mikroflora tanah dalam keadaan tidak ada
tanaman inang, tetapi tetap hidup bebas sebagai heterotrof tergantung kehadiran
akar tanaman inang. Populasi Rhizobium pada rhizosfer tanaman legum
biasa mencapai 106 sel/gram atau lebih (Richards, 1987).
Tanah bekas ditanami kacang-kacangan biasanya diambil sebagai bahan
inokulan yang mengandung bakteri Rhizobium dan bila tanah tersebut
digunakan kembali untuk tanaman kedelai berikutnya maka pertumbuhan kedelai
akan lebih baik, bintil akar akan mulai terbentuk sekitar 15-20 hari setelah
tanam sedangkan pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai bakteri Rhizobium
tidak terdapat dalam tanah sehingga bintil akar tidak terbentuk (Suprapto,
2004).
Tanah yang pernah ditanami dengan tanaman legum terkadang masih
membutuhkan inokulasi tambahan Rhizobium. Inokulan pada tanaman tidak
selalu dapat berkompetisi dengan baik dengan mikroba alami tanah atau terhadap
kondisi tanah yang kurang mendukung pertumbuhan dari strain yang ditambahkan
(Ladha, et al., 1988 cit Situmorang. 2010).
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi
100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk
tanaman berikutnya. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen
tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10-25%. Tanggapan tanaman sangat
bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan efektifitas populasi
mikroorganisme tanah (Soetanto, 2002).
Inokulasi Rhizobium efektif mempengaruhi pembentukan polong
tanaman kedelai. Polong yang telah terbentuk selanjutnya akan diisi oleh
fotosintat sehingga terbentuklah biji. Jumlah biji sangat ditentukan oleh
jumlah dan ukuran polong, sehingga semakin banyak polong maka jumlah biji yang
ada semakin banyak pula (Harun dan Ammar, 2001).
2.4.1. Penambatan
Nitrogen oleh Rhizobium
Kurang lebih 80% dari udara di atmosfer adalah gas nitrogen (N2).
Namun N2 tidak
dapat digunakan secara langsung oleh sebagian besar organisme. Kebanyakan
organisme menggunakan nitrogen dalam bentuk NH3 sebagai penyusun asam amino,
protein, dan asam nukleat. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang mengubah N2 menjadi
NH3 yang
kemudian akan digunakan secara biologi. Proses ini dapat terjadi secara alamiah
oleh mikroba (Lindemann & Glover, 1998).
Mikroba
yang fungsi utamanya sebagai penyedia unsur nitrogen melalui penambatan
nitrogen atmosfer dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu mikroba yang
hidup bebas (free-living microbes), artinya bekerja secara non-simbiotik
atau tidak memiliki asosiasi spesifik dengan tanaman tertentu, dan mikroba yang
melakukan hubungan simbiotik dengan tanaman tertentu (Yuwono, 2006).
Rhizobium
yang hidup bebas tidak dapat
memfiksasi nitrogen dan punya bentuk yang berbeda dari bakteri lain yang
ditemukan pada bintil akar tanaman (Burdas, 2002). Menurut Suprapto (1999), ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Rhizobium, antara lain: pH
tanah, suhu, sinar matahari, dan unsur hara tanah.
2.4.2. Mekanisme Pembentukan Bintil Akar
Simbiosis Rhizobium dengan tanaman legum dicirikan
oleh pembentukan bintil akar pada tanaman inang. Pembentukan bintil akar
diawali dengan sekresi produk metabolisme tanaman ke daerah perakaran (nod
factors) yang menstimulasi pertumbuhan bakteri, berupa liposakarida
(Burdas, 2002). Eksudat akar yang dihasilkan tanaman legum tersebut memberikan
efek yang menguntungkan untuk pembelahan Rhizobium di tanah (Mulder
& Woldendorp, 1969).
Nodulasi dan fiksasi nitrogen tergantung pada kerjasama dari faktor-faktor yang
berbeda yaitu kehadiran strain Rhizobium yang efektif pada sel akar,
peningkatan jumlah sel Rhizobium di rizosfer, infeksi akar oleh bakteri,
pertumbuhan, dan aktivitas Rhizobium itu sendiri (Mulder &
Woldendorp, 1969). Pelekatan Rhizobium pada rambut akar juga dapat
terjadi karena pada permukaan sel Rhizobium terdapat suatu protein
pelekat yang disebut rikodesin. Senyawa ini adalah suatu protein pengikat
kalsium yang berfungsi dalam pengikatan kompleks kalsium pada permukaan rambut
akar (Yuwono, 2006). Menurut Yuwono (2006), secara umum pembentukan bintil akar
pada tanaman legum terjadi melalui beberapa tahapan:
1. Pengenalan pasangan sesuai antara
tanaman dengan bakteri yang diikuti oleh pelekatan bakteri Rhizobium pada
permukaan rambut akar tanaman.
2. Invasi rambut akar oleh bakteri
melalui pembentukan benang-benang infeksi (infection thread).
3. Perjalanan bakteri ke akar utama
melalui benang-benang infeksi.
4. Pembentukan sel-sel bakteri yang
mengalami deformasi, yang disebut sebagai bakteroid, di dalam sel akar tanaman.
5. Pembelahan sel tanaman dan bakteri
sehingga terbentuk bintil akar.
2.4.3.
Mekanisme Penambatan Nitrogen pada Bintil Akar
Peran utama Rhizobium
adalah memfiksasi nitrogen dengan adanya aktivitas nitrogenase. Tinggi
rendahnya aktivitas nitrogenase menentukan banyak sedikitnya pasokan ammonium
yang diberikan Rhizobium kepada tanaman (Martani & Margino, 2005).
Aktivitas nitrogenase Rhizobium ditentukan oleh 2 jenis enzim yaitu
enzim dinitrogenase reduktase dan dinitrogenase. Dinitrogenase reduktase dengan
kofaktor protein Fe berperan sebagai penerima elektron untuk selanjutnya
diteruskan ke protein MoFe, sedangkan enzim dinitrogenase yang memiliki protein
MoFe berperan dalam pengikatan N2(Hughes, 1996 dalam Martani & Margino,
2005).
Richards
(1964) menyederhanakan reaksi penambatan nitrogen pada bintil akar legum dalam
persamaan sebagai berikut:
N2 +
8 H+ + 8 e- + 16 Mg-ATP 2NH3 + H2 +16 Mg-ADP + 16 Pi
Menurut Arimurti (2000), kemampuan Rhizobium dalam menambat nitrogen
dari udara dipengaruhi oleh besarnya bintil akar dan jumlah bintil akar.
Semakin besar bintil akar atau semakin banyak bintil akar yang terbentuk,
semakin besar nitrogen yang ditambat. Semakin aktif nitrogenase semakin banyak
pasokan nitrogen bagi tanaman, sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman
(Martani & Margino, 2005). Jumlah N 2yang dapat difiksasi oleh
tanaman legum sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman legum, kultivar,
jenis bakteri dan tempat tumbuh bakteri tersebut dan terutama pH tanah (Islami
& Utomo, 1995).
Efisiensi dan efektivitas dari suatu strain Rhizobium pada bintil akar
dapat diamati dari warna kemerahan yang tampak pada bintil akar (Richards,
1987). meninggalkan sejumlah nitrogen untuk tanaman berikutnya. Rhizobium mampu
mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara
10-25%. Tanggapan tanaman untuk memfiksasi nitrogen dari udara tergantung pada
kondisi medium tumbuh dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002 dalam Rahmawati,
2005).
2.5. Pupuk NPK
Pupuk
NPK merupakan sebutan dari unsur yang dikandungnya, bukan merek. Celakanya lagi
ialah merek dagang pupuk NPK ada sangat banyak dengan kadar hara yang
berbeda-beda. Misalnya NPK Holland dan NPK Mutiara yang sama-sama pupuk NPK,
tetepai kadar N, P, dan K nya berlainan. Oleh karena itu, sebaiknya disebutkan
merek dagangnnya atau kalu tidak sebutkan hara yang dikandungnya. Misalnya,
disebutkan NPK (15-15-15) maka akan diperoleh puuk majemuk NPK berkadar N 15%,
P 15% dan K 15%. (Lingga dan Marsono. 2004)
NPK Mutiara (16:16:16) adalah pupuk dengan
komposisi unsur hara yang seimbang dan dapat larut secara perlahan-lahan sampai
akhir pertumbuhan. Jumlah kebutuhan pupuk untuk setiap daerah tidaklah sama
tergantung pada varietas tanaman, tipe lahan, agroklimat, dan teknologi
usahataninya. Oleh karena itu, harus benar-benar memperhatikan anjuran
pemupukan agar jaminan peningkatan produksi per hektar dapat tercapai (Rukmi,
2010).
Menurut Hasibuan (2009), pupuk majemuk merupakan
pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur (N,P,K). Pupuk NPK terdiri dari
pupuk majemuk tak lengkapdan pupuk majemuk lengkap. Pupuk majemuk tak lengkap
adalah kombinasi dari pupuk yang mengandung unsur pupuk seperti NP, NK dan PK,
sedangkan pupuk majemuk lengkap ialah pupuk yang mengandung tiga unsur yakni
NPK. Pupuk NPK termasuk Pupuk majemuk , karena
mengandung unsure N, P, dan K. komposisi unsure dalam pupuk ini adalah ; N (16%), P2O5 (16 %), K2O (16%),
MgO (1,5%), CAO (5%). Sumber N dapat
diberikan diberikan dalam berbagai bentuk
pupuk baik oranik dan
anorganik maupun tunggal atau
majemuk masing- masing juga dapat memiliki komposisi yang berbeda .
Pupuk NPK (nitrogen phosphate kalium)
merupakan pupuk majemuk cepat tersedia yang paling dikenal saat ini. Bentuk
pupuk NPK yang sekarang beredar di pasaran adalah pengembangan dari
bentuk-bentuk NPK lama yang kadarnya masih rendah. Kadar NPK yang banyak
beredar adalah 16-16-16 dan 8-20-15. Kadar lain yang tidak terlalu umum beredar
adalah 6-12-15, 12-12-12 atau 20-20-20. Tiga tipe pupuk NPK tersebut juga
sangat populer karena kadarnya cukup tinggi dan memadai untuk menunjang
pertumbuhan tanaman. (Marsono dan Sigit, 2001).
2.6. Pengaruh Pupuk N, P, K bagi Tanaman kedelai.
Budidaya tanaman kedelai sangat membutuhkan unsur hara N, P dan K untuk
meningkatkan produksi pada tanaman kedelai. Oleh karena itu untuk memperoleh
pertumbuhan yang baik, maka unsur hara yang tersedia dalam tanah harus cukup
dan seimbang selama pertumbuhan tanaman (Ryan, 2002)
Nitrogen adalah penyusun utama bobot kering tanaman muda dibandingkan
dengan tanaman yang lebih tua. Banyaknya N yang diabsorpsi tiap hari per satuan
bobot tanaman adalah maksimum pada saat tanaman masih muda dan berangsur-angsur
menurun dengan bertambahnya umur tanaman. Status N tanaman berpengaruh besar
terhadap laju perluasan daun. N mengendalikan perkembangan kanopi sehingga
kekurangan suplai N akan menurunkan pertumbuhan tanaman dan menghambat laju
fotosintesis. Sebagian besar pengaruh N terhadap fotosintesis adalah melalui
peningkatan intersepsi radiasi matahari, sedangkan laju fotosintesis per satuan
luas daun menjadi berkurang dengan berkurangnya kandungan N dalam tanaman.
Kandungan N dalam daunberkorelasi positif dengan fotosintesis bersih. Pada kondisi kekurangan
N, resistensi stomata meningkat sehingga difusi CO2 menurun (Yoshida dan
Coronel, 1976).
Ketersediaan nitrogen (N) yang cukup di dalam tanah merupakan salah satu
kunci keberhasilan usaha meningkatkan produksi kedelai di lahan masam. Tanaman
kedelai pada umumnya mengambil nitrogen (N2) dari udara melalui fiksasi N secara
simbiosis dengan bakteri Bradyrhizobium japonicum, sehingga dapat memacu
pertumbuhan dan produksi kedelai. Dalam keadaan yang menguntungkan simbiosis
ini mampu memenuhi kebutuhan N tanaman inangnya sebesar 74-90% dari total
kebutuhan N tanaman (Sutoyo, 1992).
Peranan P yang utama bagi tanaman yaitu: pada proses fotosintesis,
perubahan karbohidrat, glikolisis, metabolisme asam amino, metabolisme lemak
dan proses transfer energi. Di samping itu, P juga berfungsi sebagai penyusun
metabolit dan senyawa kompleks, aktivator dan kofaktor ataupun pengatur enzim
serta berperan dalam proses fisiologik. Fosfor memainkan peran vital pada
tanaman berpolongan dalam penambatan nitrogen dari atmosfer (Ispandi dan Munip,
2004). Unsur P diberikan pada tanaman dalam jumlah yang cukup agar pembentukan
primordia dari bagian-bagian reproduksi tidak terganggu. Fosfor diambil tanaman
dalam bentuk H2PO4 - dan HPO42- (Sutejo, 1990).
Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam tanaman. Kalium
diserap dalam bentuk K+ monovalensi dan tidak terjadi transformasi K dalam
tanaman. Bentuk utama dalam tanaman adalah K+ monovalensi, kation ini unik
dalam sel tanaman. Unsur K sangat berlimpah dan mempunyai energi hidrasi rendah
sehingga tidak menyebabkan polarisasi molekul air. Jadi unsur ini dapat
berinterverensi dengan fase pelarut dari kloroplas. Sutejo (1990) menyatakan bahwa
peranan kalium pada tanaman adalah sebagai berikut
1.
Membentuk
protein dan karbohidrat
2.
Mengeraskan
jerami dan bagian bawah kayu dari tanaman
3.
Meningkatkan
retensi tanaman tarhadap penyakit.
4. Meningkatkan
kualitas biji/buah.
Untuk mendapatkan hasil dan pertumbuhan yang baik, tanaman kedelai memerlukan
syaratsyarat tumbuh tertentu yaitu tanah yang subur, kaya bahan organik serta
aerasi dan drainase yang baik. Kedelai tumbuh paling baik pada iklim panas dan
basah tetapi tidak banyak hujan. Dalam hal ini cara bercocok tanam, pemupukan
dan waktu pemberian pupuk yang tepat perlu diperhatikan.
Dalam setiap usaha pertanian selalu diinginkan suatu produksi yang maksimal
dengan keuntungan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai usaha
telah banyak dilakukan dan salah satu di antaranya adalah perbaikan tingkat
kesuburan tanah melalui suatu cara pemupukan yang efisien dan baik bagi
pertumbuhan tanaman serta mengganti varietas – varietas lokal yang berproduksi
rendah dengan varietas unggul yang berproduksi tinggi dan tahan terhadap
serangan penyakit (Anonim, 1985).
Dalam konsep pemupukan perlu memperhatikan pengaturan dalam hal takaran, cara,
percampuran, tenggang waktu pemberian untuk mencapai produksi dan mutu yang
tinggi (Soepardi, et al, 1985).
BAB.
III
METODE
PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Praktek Budidaya Tanaman Leguminosa
dilaksanakan pada bulan November 2014 s/d
Februari 2015, tempat pelaksanaan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Graha
Nusantara.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktek
Budidaya Tanaman Leguminosa yaitu : Cangkul, garu, mesin babat, ember, gembor,
penggaris.
Bahan
yang digunakan dalam praktek Budidaya Tanaman Leguminosa yaitu : benih kedelai,
polybag, pupuk NPK Mutiara 16:16:16, tanah inokulun, alat tulis, kamera serta
perangkat lunak komputer.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode
eksperimental dengan Rancanagan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor
Yaitu :
1. Perlakuan
Tanah inokulun dan Tanpa inokulun
v I0
= Tanpa Inokulun (Kontrol) .
v I1
= Tanah Inokulun
2. Perlakuan
Pemupukan NPK Mutiara 16:16:16
v P0
= Kontrol
v P1
= Dosis 0,75 gram/ Polybag
v P2
= Dosis 1,50 gram/Polybag
Jumlah kombinasi perlakuan 2 × 3 = 6 Perlakuan :
I0P0 I1P0
I0P1 I1P1
I0P2 I1P2
Jika perlakuan ada 6, maka kebutuhan ulangan
diperoleh dengan rumus sebagai berikut ;
(t – 1) (n – 1) ≥ 15
(6 – 1) (n -1) ≥ 15
5n – 6 ≥ 15
5n ≥
15 + 6
5n ≥ 21
n ≥
4,2
n =
4
Jumlah plot perlakuan : 6 x 4 = 24 plot perlakuan
Ukuran plot/bedengan =
1 m x 1 m.
Jarak Tanam : 30 cm x 30 cm.
Jarak antar perlakuan : 30 cm
Jarak antar ulangan : 40 cm
Jumlah tanaman/perlakuan ; 30 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 120 tanaman
Analisis data yang digunakan sesuai dengan model matematika sebagai berikut :
Yijk = µ + ρi + αj + βk +
(αβ) jk + ∑ijk
Yijk :
Hasil pengamatan faktor berdasarkan tanah inokulun yang dibutuhkan pada taraf
ke-j, faktor berdasarkan dosis pemupukan NPK Mutiara 16: 16: 16 taraf ke-k dan
dalam ulangan ke-i
µ : efek nilai tengah
ρi : efek faktor ulangan
pada taraf ke-i
αj : efek unsur hara
yang dibutuhkan pada taraf ke-j
βk : efek indeks hara
tanah pada taraf ke-k
(αβ) jk : pengaruh kombinasi unsur
hara pada taraf ke-j dan indeks
hara tanah
pada taraf ke-k
∑ijk :
efek galat dari ulangan pada taraf ke-i dan pengaruh tanah inokulun pada taraf ke-j serta pengaruh indeks dosis
pemupukan NPK Mutiara 16: 16: 16 taraf ke-k (Jogianto, 2008).
3.4 Pelaksanaan penelitian
3.4.1 Persiapan lokasi penelitian
Lokasi penelitian terlebih dahulu
dibersihkan dari rerumputan.Permukaan tanah diratakan serta dibuat parit
draenase untuk menghindari terjadinya penggenangan air bila turun hujan.
3.4.2. Pengambilan Tanah dan Pengsisian Polibag.
Tanah yang dijadikan sebagai
media tanam adalah tanah bekas budidaya tanaman leguminosa ( tanah inokulun Bakteri
Rhizobium japonicum) dan tanah tanpa inokulun.
Pada
pengisian tanah ke polybag terlebih dahulu tanah digemburkan dan dibersihkan
dari akar-akar dan sisa tanaman lainnya, tanah dimasukkan ke dalam polibag
sebanyak ± 5 kg/ polibag.
3.4.3. Penanaman
Benih
kedelai varietas lokal yang sudah disediakan terlebih dahulu direndam selama
satu malam, dimasukkan ke dalam lubang tanam yang dibuat menggunakan tangan ,
tutup kembali lubang yang berisi 1 benih /Polibag.
3.4.4. Pemupukan
Tanaman dipupuk dengan menggunakan pupuk NPK Mutiara
(16: 16: 16 ) dengan takaran yang disesuaikan dengan perlakuan.
Anomim.
2009. Pupuk.Com(JPC)-2009.
Alexander,
M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. 2nd edition. New York : Jhon
Wiley Eastern and Sons Inc. New Delhi.
Soepardi,
G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian.
Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Suprapto,
H. 2004. Bertanam Kedelai. Penerbit Swadaya. Jakarta. 74 hal.
Situmorang,
A.S. 2010. Tanaman Penutup Tanah :Bab 2. Tinjauan Pustaka. Adobe Acrobat
Versi HTML. repository.usu.ac.id/bilt streem/. Universitas Sumatera Utara.
Medan.
Pasaribu.
D., Sunarlim,N., Sumarno, Supriati, Y., Saraswati, R., Sutjipto,P., and
Karana.S. 1989. Penelitian Inokulasi Rhizobium Indonesia. Dalam Syam.M.,
Rusdi, dan Widjono.A, Risalah Penelitian dan Penambatan Nitrogen Secara
Hayati pada Kacang-kacangan. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Departemen
Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi_LIPI.
Soepardi,
G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Anonim.
2010. Langkah Pembentukan Bintil akar cit Encyclopedia Britannica. 1998.
Adisarwanto,
T. 2005. Kedelai, Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan
Peran Bintil Akar. Penebar swadaya. Jakarta.
Sumarno et al, 2007. Teknik Produksi dan Pengembangan
Kedelai
Cahyono, Bambang. 2007. Kedelai, Teknik Budidaya dan
Analisis Usaha Tani. C.V. Aneka Ilmu. Semarang
Sarief, E. S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka
Buana, Bandung
Komariah,
S.dan T. Prihartini. 19E36. Pengaruh inokulasi RhizobiumS pemberian N
danMo terhadap serapan unsur hara bagian atas tanaman kacang Uci. dalam
Prosiding
Pertemuan
Tekhnis Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. BDgor.
Manwan,
1. 1990. Teknologi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Bogar.
Hunt,
P.G, R.E. Sojka, Y.A. Matheny and A.G. Wohn. 1985. Soybean Response to
Rhizobium japonicum. Orientation and Irigation. Agron J., 77(5):
720-725.
Fageria,
N.K., V.C. Baligar and C.A. Jones. 1997. Growth and Mineral Nutrition
ofField Crop. Marcel Dekker. Inc. New York.
Prakaya,
S.M. 2013. Respon Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) berdasarkan Jarak
Tanam dan Pemupukan Phonska. Program Studi Agroteknlogi Fakultas
Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.
[BPS]
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi padi, jagung, dan kedelai (angka
sementara tahun 2010 dan angka ramalan I tahun 2011). Berita Resmi Statistik
14:1- 9.
Rukmi. 2010. Pengaruh Pemupukan Kalium dan Fosfat terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Muria, Kudus.
Lindemann
and Glover. 1998. Penambatan Nitrogen oleh Rhizobium. Universitas SumateraUtara. Medan.
Rahmawati,
N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. USU
Reporsitory © 2006. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soetanto,
R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius.
Yogyakarta. 219 hal.
Martani
dan Margino. 2005. Penambatan Nitrogen oleh Rhizobium. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Harun,
M.U., M. Ammar. 2001. Respon kedelai (Glycine max) terhadap Bradyrhizobium
japonicum strain Hup+ pada tanah masam. J. Pertanian Indonesia 3:111-115.
Sutoyo.
1992. Respon berbagai kultivar kedelai terhadap inokulasi B. japonicum
dilacak
dengan 15N. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutejo,
M.M. 1990. Pupuk dan cara pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta
Yuwono,
D. 2006. Kompos Cara Aerob Dan Anaerob MenghasilkanKompos Berkualitas.
Seri agritekno, Jakarta
Ispandi,
A., A. Munip. 2004 Efektivitas pupuk PK dan frekuensi pemberian pupuk
K
dalam meningkatkan serapan hara dan produksi kacang tanah di lahan
kering
Alfisol. Ilmu Pertanian.11 (2) : 11-24.
Yoshida,
S.V., Coronel, 1976. Nitrogen Nutrition, Leaf
Resistance And Leaf
Photosynthetic
Rate Of The Rice Plant. Soil Science. Plant Nutrition 22:
207-211.
Lamina,
1989, Kedelai dan Pengembangannya, C.V. Simplese, Jakarta.
Ryan,
J. 2002. Available soil nutrients and fertilizer use in relation to crop
production in Mediterranean area. In K.R. Krishna, (Ed). Soil Fertility
an Crop Production.. Science Publishers, Inc. Enfild, NH, USA. 503 pp.
Lingga, P, dan Marsono, 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk.
Penebar Swadaya.
Jakarta
Richards,
B.N. 1987. The Microbiology of Terrestrial Ecosystems. New York. John
Willey and Sons Inc.
Islami,
T. dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang
Press. Semarang.