Sabtu, 03 Desember 2016

praktek tanaman leguminosa


LAPORAN AKHIR PRAKTEK
BUDIDAYA TANAMAN LEGUMINOSA


PENGARUH TANAH INOKULUN (Bakteri Rhizobium japonicum) DAN PUPUK NPK MUTIARA 16: 16: 16 TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI  TANAMAN KEDELAI (Glecyne max merill)


Dosen Pengasuh : Ir. H. Darmadi Erwin Hrp, SPd. MM. MP


OLEH

HOPMAN SIREGAR
NPM. 2011 11 127

Program Studi : Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA
PADANGSIDIMPUAN
2014
Judul Praktek    : Pengaruh Tanah Inokulun (Bakteri Rhizobium japonicum) dan Pupuk NPK Mutiara (16:16:16) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glecyne max L Merill)
Nama                       : Hopman Siregar
NPM                        :  2011 11 127
Program Studi        : Agroteknologi
Dosen Pengasuh     :  Ir. H. Darmadi Erwin Harahap, SPd. MM. MP
Asisten                     : 1. Halidah Edi Nasution,  SP
                                   2. Intan Simamora, SP






FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA
PADANGSIDIMPUAN
2014







BAB. I
PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang
            Kedelai (Glycine max L.) adalah salah satu komoditas utama kacang-kacangan yang dibutuhkan di Indonesia karena merupakan sumber protein nabati penting untuk diversifikasi pangan dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Produksi kedelai secara nasional pada tahun 2010 sebesar 908.11 ribu ton biji kering dan menurun sebanyak 6.81% dibandingkan tahun 2009. Sementara kebutuhan nasional kedelai mencapai 1.7 juta ton per tahun. Akibatnya kekurangan harus dipenuhi lewat impor. Konsumsi kedelai yang terus meningkat ini mengharuskan diadakannya perluasan areal tanam di lahan yang kurang produktif dan peningkatan produksi (BPS, 2011).
            Kedelai adalah tanaman legum yang mempunyai potensi sangat baik untuk
dikembangkan. Tanaman ini mempunyai kemampuan untuk bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium dalam menambat N2 (Anonim, 2010). Peningkatan produktivitas kedelai salah satunya dengan menggunakan inokulan Rhizobium sebagai pupuk hayati. Keuntungan menggunakan inokulan tersebut adalah dari sebagian N yang ditambat tetap berada dalam akar dan bintil akar yang terlepas kedalam tanah, nitrogen tersebut akan dimanfaatkan oleh jasad lain dan berakhir dalam bentuk ammonium dan nitrat. Apabila jasad tersebut mati maka akan terjadi pelapukan, amonifikasi dan nitrifikasi, sehingga sebahagian N yang ditambat dari udara menjadi tersedia bagi tumbuhan itu sendiri dan tumbuhan lain disekitarnya (Soepardi, 1983).
Pasaribu et al,. (1989) juga mengemukakan bahwa peningkatan hasil kedelai jelas terjadi dengan mengadakan inokulasi Rhizobium. Selain itu bakteri Rhizobium juga memberikan dampak positif terhadap sifat fisik dan kimia tanah yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber bahan organik tanah, meningkatkan sumber hara N, serta memiliki wawasan lingkungan (Alexander, 1977).
.
Dalam proses pertumbuhannya, tanaman kedelai sangat memerlukan nitrogen dalam jumlah yang cukup. Nitrogen ini dapat diperoleh melalui tanah dan melalui udara dengan bantuan bintil-bintil akar yang mengandung bakteri Rhizobium (Fageria et al.,1997).Kebanyakan Rhizobium yang terdapat di alam mempunyai kualitas yang tak begitu baik sehingga tidak memberikan kegiatan penambatan N yang efektif. Untuk memperbaikinya maka orang dengan sengaja menginokulasi biji tanaman kedelai dengan Rhizobium yang sesuai dan berkemampuan tinggi dalam menambat N (Komariah dan Prihartini, 1986).
Inokulasi Rhizobium bertujuan untuk meningkatkan penambatan N dari udara sehingga mengurangi penggunaan pupuk N an organik. Cara ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N tanpa mengurangi hasil (Manwan, 1990).
Keberhasilan- Rhizobium untuk membentuk bintil akar dan menambat N atmosfir yang optimal dipengaruhi cleh berbagai faktor salah satu faktor diantaranya adalah factor penggunaan strain efektif yang mampu bersaing dan menggantikan peranan Rhizabium alam yang kurang efektif (Arinong, 2005).
Sebagai tanaman semusim, kedelai menyerap nitrogen, fosfor dan kalium dalam jumlah yang relatif besar. Menurut Hunt et al. (1985), pemupukan nitrogen dengan dosis dan waktu yang tepat dapat berpengaruh nyata terhadap peningkatan serapan N, P, K, bobot kering tanaman dan hasil biji kedelai. Pengaruh penambahan pupuk terhadap tanah adalah untuk menciptakan suatu kadar zat hara yang tinggi, serta dapat meningkatkan produksi dan kualitas hasil tanaman (Sarief, 1986).
 Peningkatan hasil kedelai yang tinggi diperlukan unsur hara dan mineral yang dalam jumlah cukup atau seimbang dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kedelai membutuhkan dan menyerap hara makro atau N, P, dan K dalam jumlah besar karena kedelai juga merupakan tanaman semusim. Unsur hara makro yang banyak dibutuhkan oleh tanaman sering megalami kekurangan dimana unsur N mengalami pencucian dan penguapan, K mengalami leaching (pencucian) serta P yang banyak terangkut bersama-sama tanaman saat panen (Pakaya, 2013). Salah satu jenis pupuk yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan hara-hara tersebut sekaligus adalah pupuk NPK Mutiara 16; 16; 16. NPK Mutiara merupakan pupuk majemuk yang mengandung N 16%,P 16% dan K 16% .
NPK Mutiara (16:16:16)  adalah pupuk dengan komposisi unsur hara yang seimbang dan dapat larut secara perlahan-lahan sampai akhir pertumbuhan. Jumlah kebutuhan pupuk untuk setiap daerah tidaklah sama tergantung pada varietas tanaman, tipe lahan, agroklimat, dan teknologi usahataninya. Oleh karena itu, harus benar-benar memperhatikan anjuran pemupukan agar jaminan peningkatan produksi per hektar dapat tercapai (Rukmi, 2010).
Berdasarkan latar belakang diatas perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh tanah inokulun (Bradyrhizobium japonicum) dan pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi Kedelai (Glycine max).

1.2. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi, hanya melihat sejauh mana tanah Inokulun dan pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi Kedelai (Glycine max).

1.3. Rumusan Masalah
 Pada penanaman kedelai (Glycine max), petani hanya menanam benih saja tanpa melakukan perlakuan tanah inokulun dan pemupukan yang tidak sesuai kebutuhan tanaman, Sehingga produksi kedelai (Glycine max) tidak maksimal.

1.4. Hipotesa
Pengaruh tanah Inokulun dan pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 pada tanaman kedelai (Glycine max) di harapkan memberi pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max).





1.5. Tujuan Penelitian
1.      Mahasiswa mengetahui bagaimana pengaruh tanah inikulun dan pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max).
2.      Mahasiswa mengetahui pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max) dengan perlakuan tanah inokulun dan tanpa tanah inokulun, di kombinasikan dengan  pemupukan NPK Mutiara 16:16:16 dengan dosis yang berbeda.

1.6. Kegunaan Penelitian
1.      Sebagai syarat untuk melaksanakan Ujian Akhir Praktek (UAP)
2.      Memberikan sumber pengetahuan dan informasi kepada petani, mahasiawa dan pihak-pihak yang membutuhkan.



















BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi Tanaman Kedelai
Kedelai merupakan tanaman semusim, berupa semak dengan ketinggian tanaman berkisar 10-200 cm, tumbuh tegak,berdaun lembut dengan beragam morfologi, bercabang sedikit atau banyak tergantung dengan kultivar dan lingkungan hidup (Lamina ,1989). Menurut Adisarwanto (2005) kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom             : Plantae
Divisi                   : Spermatophyta
Sub Divisi            : Angiospermae
Kelas                   : Dicotyledoneae
Ordo                    : Rosales
Famili                  : Leguminoceae
Sub Famili           : Papilionoideae
Genus                  : Glycine
Species                : Glycine max (L.) Merrill.

2.2. Morfolgi Tanaman Kedelai

2.2.1. Akar dan Bintil Akar
Sistem perakaran tanaman kedelai terdiri dari akar tunggang. Akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang tumbuh dari akar sekunder. Akar tunggang merupakan perkembangan dari akar radikal yang sudah mulai muncul sejak masa perkecambahan. Pada kondisi yang sangat optimal, akar tunggang kedelai dapat tumbuh hingga kedalaman 2 meter. Perkembangan akar tanaman kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, penyiapan lahan, tekstur tanah, kondisi fisik, dan kimia tanah, serta kadar air tanah. Salah satu dari sistem perakaran tanaman kedelai adanya interaksi simbiosis antara bakteri nodul akar (Rhizobium japonicum) dengan akar tanaman kedelai yang menyebabkan terbentuknya bintil akar. Bintil akar sangat berperan dalam proses fiksasi N2 yang sangat dibutuhkan tanaman kedelai untuk kelanjutan pertumbuhannya (Adisarwanto, 2008).

2.2.2. Batang
Batang tanaman kedelai tidak berkayu, berbatang jenis perdu (semak), berambut atau berbulu dengan struktur bulu yang beragam, berbentuk bulat, berwarna hijau, dan panjangnya bervariasi antara 30-100 cm. batang tanaman kedelai dapat membentuk cabang 3-6 cabang. Percabangan mulai terbentuk atau tumbuh ketika tinggi tanaman sudah mencapai 20 cm. banyaknya jumlah cabang setiap tanaman bergantung pada varietas dan kepadatan populasi tanaman (Cahyono, 2007).

2.2.3. Daun
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan. Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varitas kedelai yang mempunyai bentuk daun lebar. Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. (Sumarno et al,2007)

2.2.4. Bunga
Tanaman kacang-kacangan, termasuk tanaman kedelai, mempunyai dua stadia tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia reproduktif. Stadia vegetatif mulai dari tanaman berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan bunga sampai pemasakan biji. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varitas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga. Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi polong disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong yang cukup besar. (Sumarno et al 2007).
Rontoknya bunga ini dapat terjadi pada setiap posisi buku pada 1-10 hari setelah mulai terbentuk bunga. Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lamayaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varitas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu. (Adisarwanto, 2006)

2.2.5. Polong dan Biji
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak. Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji. (Anonim, 2009).
Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. (Adisarwanto, 2006).


2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
2.3.1 Iklim
 Tanaman kedelai memerlukan kondisi yang seimbang antara suhu udara dengan kelembapan yang dipengaruhi oleh curah hujan. Secara umum tanaman kedelai memerlukan suhu udara yang tinggi dan curah hujan (kelembapan) yang rendah. Apabila suhu udara rendah dan curah hujan (kelembapan) berlebihan, menyebabkan penurunan kualitas kedelai yang dihasilkan (Suprapti, 2005).
Pada umumnya, kondisi iklim yang paling cocok untuk pertumbuhan tanaman kedelai adalah daerah – daerah yang mempunyai suhu antara 250 - 280 C, kelembaban udara rata-rata 60%, penyinaran matahari 12 jam/hari atau minimal 6-10 jam/hari, dan curah hujan paling optimum antara 100 - 400 mm/bulan atau berkisar antara 300 - 400 mm/3 bulan (Cahyono, 2007).
Sewaktu masih mudah, kedelai memerlukan iklim basah, menjelang tua memerlukan iklim kering. Untuk memperoleh produksi yang baik, tanaman kedelai memerlukan hawa panas. Jika iklim terlalu basah, kedelai tumbuh subur tetapi produksi bijinya kurang (Suhaeni, 2007).

 2.3.2 Tanah
Menurut Firmanto (2011), Tanaman kedelai mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah. Kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air) dan aerasi (tata udara) tanah cukup baik. Dalam praktek di lapangan, sering digunakan pedoman yaitu apabila tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada suatu jenis tanah, tanaman kedelaipun dapat tumbuh baik pada jenis tanah tersebut. Selain itu, tanaman kedelai akan tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi pada tanah yang subur dan gembur, kaya akan humus atau bahan organik dan memiliki pH (derajat keasaman) antara 5,8 – 7,0 dan ketinggian kurang dari 600 m dpl.



2.4. Pengaruh Tanah Inokulun (Bakteri Rhizobium japonicum) Bagi Tanaman Kedelai
Rhizobium merupakan simbion fakultatif, dapat hidup sebagai komponen normal dari mikroflora tanah dalam keadaan tidak ada tanaman inang, tetapi tetap hidup bebas sebagai heterotrof tergantung kehadiran akar tanaman inang. Populasi Rhizobium pada rhizosfer tanaman legum biasa mencapai 106 sel/gram atau lebih (Richards, 1987).
Tanah bekas ditanami kacang-kacangan biasanya diambil sebagai bahan inokulan yang mengandung bakteri Rhizobium dan bila tanah tersebut digunakan kembali untuk tanaman kedelai berikutnya maka pertumbuhan kedelai akan lebih baik, bintil akar akan mulai terbentuk sekitar 15-20 hari setelah tanam sedangkan pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai bakteri Rhizobium tidak terdapat dalam tanah sehingga bintil akar tidak terbentuk (Suprapto, 2004).
Tanah yang pernah ditanami dengan tanaman legum terkadang masih membutuhkan inokulasi tambahan Rhizobium. Inokulan pada tanaman tidak selalu dapat berkompetisi dengan baik dengan mikroba alami tanah atau terhadap kondisi tanah yang kurang mendukung pertumbuhan dari strain yang ditambahkan (Ladha, et al., 1988 cit Situmorang. 2010).    
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 kg N/ha dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10-25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan efektifitas populasi mikroorganisme tanah (Soetanto, 2002).
Inokulasi Rhizobium efektif mempengaruhi pembentukan polong tanaman kedelai. Polong yang telah terbentuk selanjutnya akan diisi oleh fotosintat sehingga terbentuklah biji. Jumlah biji sangat ditentukan oleh jumlah dan ukuran polong, sehingga semakin banyak polong maka jumlah biji yang ada semakin banyak pula (Harun dan Ammar, 2001).



2.4.1. Penambatan Nitrogen oleh Rhizobium
            Kurang lebih 80% dari udara di atmosfer adalah gas nitrogen (N2). Namun N2 tidak dapat digunakan secara langsung oleh sebagian besar organisme. Kebanyakan organisme menggunakan nitrogen dalam bentuk NH3 sebagai penyusun asam amino, protein, dan asam nukleat. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang mengubah N2 menjadi NH3 yang kemudian akan digunakan secara biologi. Proses ini dapat terjadi secara alamiah oleh mikroba (Lindemann & Glover, 1998).
Mikroba yang fungsi utamanya sebagai penyedia unsur nitrogen melalui penambatan nitrogen atmosfer dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu mikroba yang hidup bebas (free-living microbes), artinya bekerja secara non-simbiotik atau tidak memiliki asosiasi spesifik dengan tanaman tertentu, dan mikroba yang melakukan hubungan simbiotik dengan tanaman tertentu (Yuwono, 2006).
Rhizobium yang hidup bebas tidak dapat memfiksasi nitrogen dan punya bentuk yang berbeda dari bakteri lain yang ditemukan pada bintil akar tanaman (Burdas, 2002). Menurut Suprapto (1999), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Rhizobium, antara lain: pH tanah, suhu, sinar matahari, dan unsur hara tanah.

2.4.2. Mekanisme Pembentukan Bintil Akar
            Simbiosis Rhizobium dengan tanaman legum dicirikan oleh pembentukan bintil akar pada tanaman inang. Pembentukan bintil akar diawali dengan sekresi produk metabolisme tanaman ke daerah perakaran (nod factors) yang menstimulasi pertumbuhan bakteri, berupa liposakarida (Burdas, 2002). Eksudat akar yang dihasilkan tanaman legum tersebut memberikan efek yang menguntungkan untuk pembelahan Rhizobium di tanah (Mulder & Woldendorp, 1969).
            Nodulasi dan fiksasi nitrogen tergantung pada kerjasama dari faktor-faktor yang berbeda yaitu kehadiran strain Rhizobium yang efektif pada sel akar, peningkatan jumlah sel Rhizobium di rizosfer, infeksi akar oleh bakteri, pertumbuhan, dan aktivitas Rhizobium itu sendiri (Mulder & Woldendorp, 1969). Pelekatan Rhizobium pada rambut akar juga dapat terjadi karena pada permukaan sel Rhizobium terdapat suatu protein pelekat yang disebut rikodesin. Senyawa ini adalah suatu protein pengikat kalsium yang berfungsi dalam pengikatan kompleks kalsium pada permukaan rambut akar (Yuwono, 2006). Menurut Yuwono (2006), secara umum pembentukan bintil akar pada tanaman legum terjadi melalui beberapa tahapan:
1.      Pengenalan pasangan sesuai antara tanaman dengan bakteri yang diikuti oleh pelekatan bakteri Rhizobium pada permukaan rambut akar tanaman.
2.      Invasi rambut akar oleh bakteri melalui pembentukan benang-benang infeksi (infection thread).
3.      Perjalanan bakteri ke akar utama melalui benang-benang infeksi.
4.      Pembentukan sel-sel bakteri yang mengalami deformasi, yang disebut sebagai bakteroid, di dalam sel akar tanaman.
5.      Pembelahan sel tanaman dan bakteri sehingga terbentuk bintil akar.

2.4.3. Mekanisme Penambatan Nitrogen pada Bintil Akar
            Peran utama Rhizobium adalah memfiksasi nitrogen dengan adanya aktivitas nitrogenase. Tinggi rendahnya aktivitas nitrogenase menentukan banyak sedikitnya pasokan ammonium yang diberikan Rhizobium kepada tanaman (Martani & Margino, 2005). Aktivitas nitrogenase Rhizobium ditentukan oleh 2 jenis enzim yaitu enzim dinitrogenase reduktase dan dinitrogenase. Dinitrogenase reduktase dengan kofaktor protein Fe berperan sebagai penerima elektron untuk selanjutnya diteruskan ke protein MoFe, sedangkan enzim dinitrogenase yang memiliki protein MoFe berperan dalam pengikatan N2(Hughes, 1996 dalam Martani & Margino, 2005).
Richards (1964) menyederhanakan reaksi penambatan nitrogen pada bintil akar legum dalam persamaan sebagai berikut:
N2 + 8 H+ + 8 e- + 16 Mg-ATP 2NH3 + H2 +16 Mg-ADP + 16 Pi
            Menurut Arimurti (2000), kemampuan Rhizobium dalam menambat nitrogen dari udara dipengaruhi oleh besarnya bintil akar dan jumlah bintil akar. Semakin besar bintil akar atau semakin banyak bintil akar yang terbentuk, semakin besar nitrogen yang ditambat. Semakin aktif nitrogenase semakin banyak pasokan nitrogen bagi tanaman, sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman (Martani & Margino, 2005). Jumlah N 2yang dapat difiksasi oleh tanaman legum sangat bervariasi, tergantung pada jenis tanaman legum, kultivar, jenis bakteri dan tempat tumbuh bakteri tersebut dan terutama pH tanah (Islami & Utomo, 1995).
            Efisiensi dan efektivitas dari suatu strain Rhizobium pada bintil akar dapat diamati dari warna kemerahan yang tampak pada bintil akar (Richards, 1987). meninggalkan sejumlah nitrogen untuk tanaman berikutnya. Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10-25%. Tanggapan tanaman untuk memfiksasi nitrogen dari udara tergantung pada kondisi medium tumbuh dan efektivitas populasi asli (Sutanto, 2002 dalam Rahmawati, 2005).

2.5. Pupuk NPK
            Pupuk NPK merupakan sebutan dari unsur yang dikandungnya, bukan merek. Celakanya lagi ialah merek dagang pupuk NPK ada sangat banyak dengan kadar hara yang berbeda-beda. Misalnya NPK Holland dan NPK Mutiara yang sama-sama pupuk NPK, tetepai kadar N, P, dan K nya berlainan. Oleh karena itu, sebaiknya disebutkan merek dagangnnya atau kalu tidak sebutkan hara yang dikandungnya. Misalnya, disebutkan NPK (15-15-15) maka akan diperoleh puuk majemuk NPK berkadar N 15%, P 15% dan K 15%. (Lingga dan Marsono. 2004)
NPK Mutiara (16:16:16)  adalah pupuk dengan komposisi unsur hara yang seimbang dan dapat larut secara perlahan-lahan sampai akhir pertumbuhan. Jumlah kebutuhan pupuk untuk setiap daerah tidaklah sama tergantung pada varietas tanaman, tipe lahan, agroklimat, dan teknologi usahataninya. Oleh karena itu, harus benar-benar memperhatikan anjuran pemupukan agar jaminan peningkatan produksi per hektar dapat tercapai (Rukmi, 2010).
            Menurut Hasibuan (2009), pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur (N,P,K). Pupuk NPK terdiri dari pupuk majemuk tak lengkapdan pupuk majemuk lengkap. Pupuk majemuk tak lengkap adalah kombinasi dari pupuk yang mengandung unsur pupuk seperti NP, NK dan PK, sedangkan pupuk majemuk lengkap ialah pupuk yang mengandung tiga unsur yakni NPK. Pupuk NPK termasuk Pupuk  majemuk , karena mengandung unsure N, P, dan K. komposisi unsure dalam pupuk  ini adalah ; N (16%), P2O5 (16 %), K2O (16%), MgO (1,5%), CAO (5%). Sumber  N dapat diberikan diberikan dalam berbagai bentuk  pupuk baik  oranik  dan  anorganik maupun tunggal  atau majemuk masing- masing juga dapat memiliki komposisi yang berbeda .
Pupuk NPK (nitrogen phosphate kalium) merupakan pupuk majemuk cepat tersedia yang paling dikenal saat ini. Bentuk pupuk NPK yang sekarang beredar di pasaran adalah pengembangan dari bentuk-bentuk NPK lama yang kadarnya masih rendah. Kadar NPK yang banyak beredar adalah 16-16-16 dan 8-20-15. Kadar lain yang tidak terlalu umum beredar adalah 6-12-15, 12-12-12 atau 20-20-20. Tiga tipe pupuk NPK tersebut juga sangat populer karena kadarnya cukup tinggi dan memadai untuk menunjang pertumbuhan tanaman. (Marsono dan Sigit, 2001).

2.6. Pengaruh Pupuk N, P, K bagi Tanaman kedelai.
Budidaya tanaman kedelai sangat membutuhkan unsur hara N, P dan K untuk meningkatkan produksi pada tanaman kedelai. Oleh karena itu untuk memperoleh pertumbuhan yang baik, maka unsur hara yang tersedia dalam tanah harus cukup dan seimbang selama pertumbuhan tanaman (Ryan, 2002)
Nitrogen adalah penyusun utama bobot kering tanaman muda dibandingkan dengan tanaman yang lebih tua. Banyaknya N yang diabsorpsi tiap hari per satuan bobot tanaman adalah maksimum pada saat tanaman masih muda dan berangsur-angsur menurun dengan bertambahnya umur tanaman. Status N tanaman berpengaruh besar terhadap laju perluasan daun. N mengendalikan perkembangan kanopi sehingga kekurangan suplai N akan menurunkan pertumbuhan tanaman dan menghambat laju fotosintesis. Sebagian besar pengaruh N terhadap fotosintesis adalah melalui peningkatan intersepsi radiasi matahari, sedangkan laju fotosintesis per satuan luas daun menjadi berkurang dengan berkurangnya kandungan N dalam tanaman. Kandungan N dalam daunberkorelasi positif dengan  fotosintesis bersih. Pada kondisi kekurangan N, resistensi stomata meningkat sehingga difusi CO2 menurun (Yoshida dan Coronel, 1976).
Ketersediaan nitrogen (N) yang cukup di dalam tanah merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha meningkatkan produksi kedelai di lahan masam. Tanaman kedelai pada umumnya mengambil nitrogen (N2) dari udara melalui fiksasi N secara simbiosis dengan bakteri Bradyrhizobium japonicum, sehingga dapat memacu pertumbuhan dan produksi kedelai. Dalam keadaan yang menguntungkan simbiosis ini mampu memenuhi kebutuhan N tanaman inangnya sebesar 74-90% dari total kebutuhan N tanaman (Sutoyo, 1992).
Peranan P yang utama bagi tanaman yaitu: pada proses fotosintesis, perubahan karbohidrat, glikolisis, metabolisme asam amino, metabolisme lemak dan proses transfer energi. Di samping itu, P juga berfungsi sebagai penyusun metabolit dan senyawa kompleks, aktivator dan kofaktor ataupun pengatur enzim serta berperan dalam proses fisiologik. Fosfor memainkan peran vital pada tanaman berpolongan dalam penambatan nitrogen dari atmosfer (Ispandi dan Munip, 2004). Unsur P diberikan pada tanaman dalam jumlah yang cukup agar pembentukan primordia dari bagian-bagian reproduksi tidak terganggu. Fosfor diambil tanaman dalam bentuk H2PO4 - dan HPO42- (Sutejo, 1990).
Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam tanaman. Kalium diserap dalam bentuk K+ monovalensi dan tidak terjadi transformasi K dalam tanaman. Bentuk utama dalam tanaman adalah K+ monovalensi, kation ini unik dalam sel tanaman. Unsur K sangat berlimpah dan mempunyai energi hidrasi rendah sehingga tidak menyebabkan polarisasi molekul air. Jadi unsur ini dapat berinterverensi dengan fase pelarut dari kloroplas. Sutejo (1990) menyatakan bahwa peranan kalium pada tanaman adalah sebagai berikut
1.      Membentuk protein dan karbohidrat
2.      Mengeraskan jerami dan bagian bawah kayu dari tanaman
3.      Meningkatkan retensi tanaman tarhadap penyakit.
4.      Meningkatkan kualitas biji/buah.
Untuk mendapatkan hasil dan pertumbuhan yang baik, tanaman kedelai memerlukan syaratsyarat tumbuh tertentu yaitu tanah yang subur, kaya bahan organik serta aerasi dan drainase yang baik. Kedelai tumbuh paling baik pada iklim panas dan basah tetapi tidak banyak hujan. Dalam hal ini cara bercocok tanam, pemupukan dan waktu pemberian pupuk yang tepat perlu diperhatikan.
Dalam setiap usaha pertanian selalu diinginkan suatu produksi yang maksimal dengan keuntungan yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, berbagai usaha telah banyak dilakukan dan salah satu di antaranya adalah perbaikan tingkat kesuburan tanah melalui suatu cara pemupukan yang efisien dan baik bagi pertumbuhan tanaman serta mengganti varietas – varietas lokal yang berproduksi rendah dengan varietas unggul yang berproduksi tinggi dan tahan terhadap serangan penyakit (Anonim, 1985).
Dalam konsep pemupukan perlu memperhatikan pengaturan dalam hal takaran, cara, percampuran, tenggang waktu pemberian untuk mencapai produksi dan mutu yang tinggi (Soepardi, et al, 1985).






















BAB. III
METODE PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
            Praktek Budidaya Tanaman Leguminosa dilaksanakan pada bulan November  2014 s/d Februari 2015, tempat pelaksanaan di lahan Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara.

3.2. Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam praktek Budidaya Tanaman Leguminosa yaitu : Cangkul, garu, mesin babat, ember, gembor, penggaris.
            Bahan yang digunakan dalam praktek Budidaya Tanaman Leguminosa yaitu : benih kedelai, polybag, pupuk NPK Mutiara 16:16:16, tanah inokulun, alat tulis, kamera serta perangkat lunak komputer.

3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental dengan Rancanagan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor Yaitu :
1.      Perlakuan Tanah inokulun dan Tanpa inokulun
v  I0 =  Tanpa Inokulun (Kontrol) .
v  I1 =  Tanah Inokulun
2.      Perlakuan Pemupukan NPK Mutiara 16:16:16
v  P0 =  Kontrol
v  P1 = Dosis 0,75 gram/ Polybag
v  P2 = Dosis 1,50 gram/Polybag
Jumlah kombinasi perlakuan 2 × 3 = 6  Perlakuan :
I0P0                I1P0
I0P1                I1P1
I0P2                I1P2


 Jika perlakuan ada 6, maka kebutuhan ulangan diperoleh dengan rumus sebagai berikut ;
(t – 1) (n – 1)   ≥ 15
(6 – 1) (n -1)    ≥ 15
5n – 6  ≥ 15
5n        ≥ 15 + 6
5n        ≥ 21
n          ≥ 4,2
                         n         = 4
Jumlah plot perlakuan : 6 x 4 = 24 plot perlakuan
Ukuran plot/bedengan =  1 m x 1 m.
Jarak Tanam : 30 cm x 30 cm.
Jarak antar perlakuan : 30 cm
Jarak antar ulangan : 40 cm
Jumlah tanaman/perlakuan ; 30 tanaman
Jumlah tanaman seluruhnya : 120 tanaman
Analisis data yang digunakan sesuai dengan model matematika sebagai berikut :
            Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ) jk + ∑ijk
Yijk       : Hasil pengamatan faktor berdasarkan tanah inokulun yang dibutuhkan pada taraf ke-j, faktor berdasarkan dosis pemupukan NPK Mutiara 16: 16: 16 taraf ke-k dan dalam ulangan ke-i
µ            : efek nilai tengah
ρi           : efek faktor ulangan pada taraf ke-i
αj           : efek unsur hara yang dibutuhkan pada taraf ke-j
βk          : efek indeks hara tanah pada taraf ke-k
(αβ) jk    : pengaruh kombinasi unsur hara pada taraf ke-j dan indeks hara tanah
pada taraf ke-k
∑ijk        : efek galat dari ulangan pada taraf ke-i dan pengaruh tanah inokulun pada taraf ke-j serta pengaruh indeks dosis pemupukan NPK Mutiara 16: 16: 16  taraf ke-k (Jogianto, 2008).

3.4       Pelaksanaan penelitian
3.4.1    Persiapan lokasi penelitian
Lokasi penelitian terlebih dahulu dibersihkan dari rerumputan.Permukaan tanah diratakan serta dibuat parit draenase untuk menghindari terjadinya penggenangan air bila turun hujan.
3.4.2.  Pengambilan Tanah dan Pengsisian Polibag.
            Tanah yang dijadikan sebagai media tanam adalah tanah bekas budidaya tanaman leguminosa ( tanah inokulun Bakteri Rhizobium japonicum) dan tanah tanpa inokulun.
            Pada pengisian tanah ke polybag terlebih dahulu tanah digemburkan dan dibersihkan dari akar-akar dan sisa tanaman lainnya, tanah dimasukkan ke dalam polibag sebanyak ± 5 kg/ polibag.
3.4.3. Penanaman
            Benih kedelai varietas lokal yang sudah disediakan terlebih dahulu direndam selama satu malam, dimasukkan ke dalam lubang tanam yang dibuat menggunakan tangan , tutup kembali lubang yang berisi 1 benih /Polibag.
3.4.4. Pemupukan
Tanaman dipupuk dengan menggunakan pupuk NPK Mutiara (16: 16: 16 ) dengan takaran yang disesuaikan dengan perlakuan.






















Anomim. 2009. Pupuk.Com(JPC)-2009.
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. 2nd edition. New York : Jhon Wiley Eastern and Sons Inc. New Delhi.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suprapto, H. 2004. Bertanam Kedelai. Penerbit Swadaya. Jakarta. 74 hal.
Situmorang, A.S. 2010. Tanaman Penutup Tanah :Bab 2. Tinjauan Pustaka. Adobe Acrobat Versi HTML. repository.usu.ac.id/bilt streem/. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Pasaribu. D., Sunarlim,N., Sumarno, Supriati, Y., Saraswati, R., Sutjipto,P., and Karana.S. 1989. Penelitian Inokulasi Rhizobium Indonesia. Dalam Syam.M., Rusdi, dan Widjono.A, Risalah Penelitian dan Penambatan Nitrogen Secara Hayati pada Kacang-kacangan. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Departemen Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi_LIPI.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Anonim. 2010. Langkah Pembentukan Bintil akar cit Encyclopedia Britannica. 1998.

Adisarwanto, T. 2005. Kedelai, Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar swadaya. Jakarta.
Sumarno et al, 2007. Teknik Produksi dan Pengembangan Kedelai
Cahyono, Bambang. 2007. Kedelai, Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. C.V. Aneka Ilmu. Semarang
Sarief, E. S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka Buana, Bandung
Komariah, S.dan T. Prihartini. 19E36. Pengaruh inokulasi RhizobiumS pemberian N danMo terhadap serapan unsur hara bagian atas tanaman kacang Uci. dalam Prosiding
Pertemuan Tekhnis Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. BDgor.
Manwan, 1. 1990. Teknologi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogar.

Hunt, P.G, R.E. Sojka, Y.A. Matheny and A.G. Wohn. 1985. Soybean Response to Rhizobium japonicum. Orientation and Irigation. Agron J., 77(5): 720-725.

Fageria, N.K., V.C. Baligar and C.A. Jones. 1997. Growth and Mineral Nutrition ofField Crop. Marcel Dekker. Inc. New York.

Prakaya, S.M. 2013. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) berdasarkan Jarak Tanam dan Pemupukan Phonska. Program Studi Agroteknlogi Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi padi, jagung, dan kedelai (angka sementara tahun 2010 dan angka ramalan I tahun 2011). Berita Resmi Statistik 14:1- 9.


Rukmi. 2010. Pengaruh Pemupukan Kalium dan Fosfat terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Muria, Kudus.

Lindemann and Glover. 1998. Penambatan Nitrogen oleh Rhizobium. Universitas  SumateraUtara. Medan.

Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. USU Reporsitory © 2006. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Soetanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta. 219 hal.

Martani dan Margino. 2005. Penambatan Nitrogen oleh Rhizobium. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Harun, M.U., M. Ammar. 2001. Respon kedelai (Glycine max) terhadap Bradyrhizobium japonicum strain Hup+ pada tanah masam. J. Pertanian Indonesia 3:111-115.
Sutoyo. 1992. Respon berbagai kultivar kedelai terhadap inokulasi B. japonicum
dilacak dengan 15N. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutejo, M.M. 1990. Pupuk dan cara pemupukan. Jakarta: Rineka Cipta

Yuwono, D. 2006. Kompos Cara Aerob Dan Anaerob MenghasilkanKompos Berkualitas. Seri agritekno, Jakarta
Ispandi, A., A. Munip. 2004 Efektivitas pupuk PK dan frekuensi pemberian pupuk
K dalam meningkatkan serapan hara dan produksi kacang tanah di lahan
kering Alfisol. Ilmu Pertanian.11 (2) : 11-24.

Yoshida, S.V., Coronel, 1976. Nitrogen Nutrition, Leaf Resistance And Leaf
Photosynthetic Rate Of The Rice Plant. Soil Science. Plant Nutrition 22:
207-211.

Lamina, 1989, Kedelai dan Pengembangannya, C.V. Simplese, Jakarta.

Ryan, J. 2002. Available soil nutrients and fertilizer use in relation to crop production in Mediterranean area. In K.R. Krishna, (Ed). Soil Fertility an Crop Production.. Science Publishers, Inc. Enfild, NH, USA. 503 pp.

Lingga, P, dan Marsono, 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta
Richards, B.N. 1987. The Microbiology of Terrestrial Ecosystems. New York. John Willey and Sons Inc.
Islami, T. dan W.H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press. Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar